• Selasa, 26 September 2023

Khalifah di bumi: bagaimana anak muda Muslim di Indonesia berjuang untuk lingkungan berlandaskan agama

- Rabu, 16 Februari 2022 | 18:30 WIB
Khalifah di Bumi (geralt)
Khalifah di Bumi (geralt)

“Manusia bisa benar-benar merasakan rahmat-Nya. Rasa syukur itu betul-betul [bisa berwujud] penyesalan atas kesalahan seperti mencemari lingkungan segar yang memberikan kita udara untuk bernapas.”

Salah satu responden kami yang lain di Bandung, Jawa Barat yakni Iin, merupakan anggota aktif dari gerakan Youth for Climate Change (YFCC) Indonesia. Ia percaya bahwa manusia memegang amanat dari sebagai khalifah, atau wakil Tuhan di muka bumi.

“Istilah khalifah disebut dalam suatu ayat yang menyatakan, ‘Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah [wakil atau utusan] di muka bumi’‘,” katanya mengutip Al-Quran 2:30.

Ia juga punya kebanggaan atas aspirasi karirnya dalam konservasi lingkungan.

“Kalaupun saya berkarir di bidang lingkungan, saya tahu gajinya tidak akan sebesar bekerja untuk perusahaan minyak dan gas,” katanya.

“Tapi, saya tidak masalah dengan itu, karena saya selama ini digaji oleh Tuhan dengan napas, makanan, dan anugerah untuk menjalani kehidupan sehari-hari.”

Sementara itu di Jakarta, responden lain dalam studi kami yang bernama Heri bergabung dengan gerakan kampusnya untuk membersihkan Sungai Ciliwung – salah satu sungai yang paling tercemar di dunia.

“Ajaran agama yang saya dapat [di madrasah (sekolah Islam)] memuat wawasan tentang lingkungan. Harmoni itu harus vertikal dan horizontal, hablum minallah‘ dan ’hablum minannas. Ini mengatur bagaimana kita harus berinteraksi dengan lingkungan,” kata Heri.

Ungkapan Heri sejalan dengan pesan Mustofa Bisri (sering disapa “Gus Mus”), seorang tokoh agama populer yang terafiliasi dengan organisasi Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU). Gus Mus pernah mengunggah cuitan bahwa kehidupan manusia di dunia tidak hanya berkaitan dengan Allah (hablum minallah), tapi juga sesama manusia (hablum minannas) dan lingkungan (hablum minal alam).

Ini merupakan wujud paradigma dalam Al-Qur'an yang mengajarkan pentingnya berpegang teguh pada keimanan yang melampaui batas ruang dan waktu. Ini juga merupakan keyakinan umum di banyak agama, bahwa amalan seseorang di dunia akan terbawa hingga akhirat (“as above, so below”).

Para aktivis muda ini berlandaskan pada berbagai referensi Quran tersebut untuk menjelaskan kewajiban moral mereka untuk terlibat dalam konservasi dan perbaikan kondisi alam. Kemurnian alam dipandang sebagai cerminan dari kesempurnaan ciptaan Tuhan yang penuh dengan kebaikan.

Mereka merasa memiliki tugas moral untuk mencegah orang Indonesia lain melakukan pencemaran lingkungan. Mereka juga berkampanye secara aktif untuk kembali mengajak para pencemar yang beragama Islam di daerah mereka untuk kembali pada nilai agama.

Misalnya, responden menunjukkan suatu kaos yang menggambarkan bulan sabit dan bintang, dengan tulisan: “Bahkan saat kiamat tiba, jika seseorang memegang tunas kelapa di tangannya, ia sebaiknya menanamkannya.”

Para aktivis muda terkadang mengibaratkan perjuangan lingkungan mereka sebagai suatu perjalanan menantang yang dipandu oleh Tuhan. Namun, mereka tidak berkecil hati karena mereka percaya akan diberikan imbalan di akhirat karena telah berupaya sebaik mungkin menjadi khalifah.

Landasan moral untuk aksi hijau

Dalam gerakan “Islam hijau” yang baru, aktivis Muslim muda menggunakan wawasan keagamaan mereka untuk membangun suatu komunitas yang kritis dan bersemangat untuk menjaga dunia alam.

Halaman:

Editor: Meidy Achmad Harish

Sumber: The Conversation

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Kemarau Panjang dan Kapan Musim Hujan di Indonesia 2023

Minggu, 17 September 2023 | 10:16 WIB
X