BINGKAINASIONAL.COM - Malam Lailatul Qadar merupakan malam yang istimewa bagi Umat Islam yang terjadi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Bagi orang Sunda, ada bahasa khusus untuk menandai Lailatul Qadar. Orang Sunda menyebutnya dengan 'Mamaleman' atau 'Malem Lilikuran'.
Lilikuran dalam bahasa Sunda berasal dari kata Likur. Yaitu, hitungan antara angka 20-30. 'Salikur' berarti 21, 'Dua likur' berarti 22, 'Tiga likur' berarti 23 dan seterusnya. Kecuali untuk hitungan 25, ada dua penyebutan, ada 'Lima likur' atau 'Salawe'.
Dalam tradisi Sunda, Malem Lilikuran berarti situasi telah memasuki malam penuh likuran, likur yang berulang-ulang menandai kemungkinan tibanya malam Lailatul Qadar.
Baca Juga: Bahlil Lepas 1000 Penumpang Mudik Gratis Lebaran 2025
Namun, agaknya masyarakat Sunda hanya menilai penting malam-malam yang hitungannya ganjil saja pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.
R. Akip Prawira Soeganda dalam buku 'Upacara Adat di Pasundan' (1982) menyebut bahwa orang Sunda biasanya mengistimewakan malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadan.
"Pada malam tanggal 21, 23, 25, 27 dan 29, di tiap-tiap rumah banyak orang memasang lampu dan bersedekah kueh-kueh, ada yang mengundang teman tetangga, atau hanya berkirim-kirim saja. Kelima malam itu dikatakan 'mamaleman'," tulis R. Akip.
Baca Juga: Imbas 6 WNI Tewas di Arab Saudi, Legislator Minta Evaluasi Penyelenggaraan Umrah
Kutipan tersebut memberi informasi bahwa masyarakat Sunda mengistimewakan malam Lailatul Qadar dengan memberikan penerangan di rumah-rumah dan berkirim makanan ke teman dan tetangga dalam rangka bersedekah.
Ini dilakukan pada waktu petang sampai waktu malam, sebagian orang tidak tidur hingga menjelang waktu sahur untuk melakukan itikaf di sepuluh hari terakhir Ramadan khususnya pada malam-malam tanggal ganjil.
Namun yang menarik ialah anggapan masyarakat Sunda bahwa malaikat pembawa berkah dapat melewatkan orang-orang yang pada malam itu kerjaannya hanya tidur.
Baca Juga: PBNU Prediksi Lebaran 2025 Bakal Dilaksanakan Serentak, Tapi Tetap Tunggu Keputusan Pemerintah
Berbeda dengan orang yang terjaga sepanjang malam, mereka mengharapkan malaikat pembawa berkah melimpahkan keberkahan kepada mereka yang terjaga sepanjang malam. Lihat pada kutipan berikut ini.
"Waktu mamaleman itu banyak orang yang tidak tidur hingga pagi, sekurang-kurangnya hingga jauh malam sekali, maksudnya mudah-mudahan didatangi 'lailatulkadar', sebab menurut anggapannya, malam itulah turunnya Malaikat Jibril yang membawa untung bagi tiap manusia. Di waktu Malaikat turun itu, jika terlihat orangnya sedang tidur, dilalauinya. Oleh sebab itulah banyak berjaga dan di luar rumah dipasangnya lampu," tulis R. Akip.
Artikel Terkait
Langkah Dedi Mulyadi Kurangi Macet Selama Mudik Lebaran 2025 di Jawa Barat
Menteri Perhubungan, Dudy Purwagandhi Apresiasi Kebijakan Inovatif Dedi Mulyadi
Kemenag Sumbang 1,7 Juta Bingkisan di Festival Ramadhan Bimas Islam
Selama Mudik Lebaran 2025, Kantor Polisi di Tasikmalaya Siapkan Layanan Penitipan Kendaraan
BPJS Kesehatan Tanggung Pemudik Lebaran Jika Terjadi Kecelakaan, Cek Syaratnya di Sini