Rasisme di Ukraina, Ayoub: Saya Kecewa

photo author
- Kamis, 3 Maret 2022 | 20:04 WIB
Siswa asal Nigeria yang tidak bisa keluar dari Ukraina (Amanda Coakley/Al Jazeera)
Siswa asal Nigeria yang tidak bisa keluar dari Ukraina (Amanda Coakley/Al Jazeera)

Bingkai Nasional - Orang non-kulit putih yang berada di Ukraina, baru merasakan rasisme saat Rusia menyerang Ukraina. Meskipun mereka sudah tinggal bertahun-tahun di Ukraina.

Sebelumnya tidak ada tindakan diskriminasi apapun terhadap pendatang non-kulit putih yang tinggal di Ukraina. Namun di situasi genting seperti saat ini, tindakan membeda-bedakan ras tersebut begitu terasa.

Dilansir dari aljazeera, Ayoub seorang mahasiswa asal Maroko merasakan diskriminasi saat akan melewati perbatasan antara Ukraina dan Polandia.

Baca Juga: Sadis, ISIS serang tentara Irak saat sedang tidur

Ayoub dan orang non-kulit putih lainnya disuruh menunggu oleh penjaga, untuk mendahulukan orang kulit putih Ukraina melewati perbatasan tersebut.

"Mereka ingin orang Ukraina duluan, jadi, orang kulit putih yang mendapat prioritas untuk melewati perbatasan. Saya benar-benar didorong mundur dan disuruh menunggu," terang Ayoub.

Ayoub dan teman-temannya pun memutuskan untuk coba menyeberang ke Hongaria.

Namun, hal yang sama dialami oleh Ayoub, mereka ditahan oleh penjaga perbatasan, dengan alasan bahasa.

"Ketika saya berbicara dengan para penjaga dalam bahasa Rusia, mereka mengatakan kepada saya bahwa saya harus berbicara dengan bahasa Ukraina dan mempertanyakan di pihak siapa saya berada," kata Ayoub dengan kecewa.

Hal tersebut juga dirasakan oleh Deborah (bukan nama sebenarnya), seorang mahasiswa dari Nigeria Utara.

"Teman-teman saya pergi ke perbatasan Polandia dan diperlakukan dengan buruk oleh penjaga Ukraina. Bukan hanya orang kulit hitam seperti saya, orang non-kulit putih lainnya pun diperlakukan sama," Ujar Deborah.

Namun, Kementerian Luar Negeri Ukraina membantah tuduhan diskriminasi oleh penjaga perbatasan, dan menyebutnya dengan, "Orang pertama yang datang, Orang pertama yang dilayani, berlaku untuk semua negara. Dengan prioritas untuk perempuan, anak-anak, dan lanjut usia."

Dan dari peristiwa ini Deborah mengambil pelajaran bahwa negara indah secara alam dan juga budaya penduduknya, dapat berubah menjadi mengerikan saat berada dalam tekanan.

"Saya dapat melihat ketika anda berada di bawah tekanan gila, dan negara anda sedang diserang, anda dapat bertindak dengan cara yang mengerikan, tetapi pada akhirnya, semua orang ingin keluar dari bahaya yang sama," ungkap Deborah.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Meidy Achmad Harish

Sumber: AlJazeera

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Negara Paling Antikorupsi di Dunia

Kamis, 1 Februari 2024 | 19:18 WIB

Kenapa Jepang Selalu Rapih Dalam Hal Apapun?

Kamis, 1 Februari 2024 | 17:15 WIB

Terpopuler

X