Baca Juga: Sempat Menuai Polemik, DPR RI Tunda Pembahasan RUU KUHAP
Harus ada jaminan peran advokat yang diperkuat dalam melakukan fungsi pembelaan terutama pemberian akses untuk mendapatkan atau memeriksa semua berkas/dokumen peradilan dan bukti-bukti memberatkan, perluasan pemberian bantuan hukum yang dijamin oleh negara dan pemberian akses pendampingan hukum tanpa pembatasan-pembatasan, hingga perlu meluruskan definisi advokat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
Kelima, akuntabilitas pelaksanaan kewenangan teknik investigasi khusus seperti pembelian terselubung (undercover buy) dan penyerahan yang diawasi (controlled delivery).
Perlu ada pembatasan jenis-jenis tindak pidana pidana yang dapat diterapkan dengan teknik investigasi khusus, syarat dapat dilakukannya kewenangan ini, serta jaminan bahwa kewenangan ini harus berbasis izin pengadilan. Kewenangan ini tidak boleh dilakukan pada penyelidikan, tidak boleh penyidik yang menginisiasi niat jahat melakukan tindak pidana;
Baca Juga: Lagi Ditunggu-Tunggu, Eeh... UU TNI Malah Sudah Diteken Prabowo Sebelum Lebaran Idul Fitri
Keenam, sistem hukum pembuktian, perlu definisi bukti tanpa mengkotak-kotakkan alat bukti dan barang bukti serta memastikan unsur relevansi dan kualitas bukti.
Memastikan adanya prosedur pengelolaan setiap jenis/bentuk bukti, serta harus ada jaminan “alasan yang cukup” secara spesifik pada masing-masing kebutuhan tindakan bukan hanya mengacu pada 2 (dua) alat bukti di awal untuk terus menerus digunakan sebagai alasan melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan tindakan lainnya;
Ketujuh, batasan pengaturan tentang sidang elektronik.
Perlu ada definisi mengenai “keadaan tertentu” di mana sidang elektronik dapat dilakukan tanpa mengurangi esensi dari upaya pencarian kebenaran materiil dan untuk menghindarkan dari penjatuhan putusan yang bias, keliru, dan merugikan para pihak dalam persidangan, serta jaminan agar sidang elektronik tidak dijadikan alasan untuk membatasi akses publik termasuk keluarga korban maupun terdakwa untuk berada dalam platform komunikasi audio visual guna menyaksikan jalannya pemeriksaan;
Baca Juga: Dasco Tegaskan Komitmen DPR Jaga Stabilitas Nasional di Tengah Gejolak Dinamika Global
Kedelapan, akuntabilitas dalam penyelesaian perkara di luar persidangan.
Harus ada perbaikan konsep restorative justice yang saat ini hanya dipahami sebagai penghentian perkara, jaminan bahwa mekanisme penyelesaian perkara di luar persidangan yang tersedia nantinya dapat dilakukan pada tahap pasca penyidikan, saat fakta tindak pidana sudah disepakati pada pihak, akuntabilitas harus dijamin untuk mencegah terjadinya praktik-praktik transaksional dan pengancaman/pemerasan;
Kesembilan, penguatan hak-hak tersangka/terdakwa, saksi, dan korban.
perlu ada kejelasan mekanisme restitusi sebagai bentuk pemulihan kerugian korban mulai dari proses pengajuan hingga pembayaran dana diterima korban, jaminan adanya pasal-pasal operasional agar hak-hak hak-hak tersangka/terdakwa, saksi, dan korban dapat diakses secara efektif dalam praktik termasuk pihak-pihak yang dibebani kewajiban pemenuhan hak, mekanisme untuk melaporkan dugaan pelanggaran hak-hak hingga konsekuensi-konsekuensi jika terbukti hak-hak tersebut tidak dipenuhi atau dilanggar.***
Artikel Terkait
Rumor Pertemuan Lanjutan Prabowo-Megawati, Ketua MPR Ungkap Ada Sesuatu yang Baik
Dasco Tegaskan Komitmen DPR Jaga Stabilitas Nasional di Tengah Gejolak Dinamika Global
Dialog Tingkat Tinggi yang Sempat Tertunda Antara Indonesia dan Rusia Kini Telah Dimulai Kembali, Bahas Apa?
Sempat Menuai Polemik, DPR RI Tunda Pembahasan RUU KUHAP
Lagi Ditunggu-Tunggu, Eeh... UU TNI Malah Sudah Diteken Prabowo Sebelum Lebaran Idul Fitri